KEDIRI - Mengutip dari koran Radar Kediri Jawa Pos pada hari Kamis Pahing, 19 Agustus 2021, yang berjudul "Pandemi Covid-19 dari Perspektif Fikih Ekologi" yang disampaikan oleh Dr. H. Abbas Sofwan, S.H.I., LL.M., Direktur Pascasarjana IAI Tribakti Kediri, yang juga menjabat sebagai Ketua Umum Ikatan Keluarga Pondok Modern (IKPM) Gontor Cabang Kediri periode 2020-2025.
Seakan dunia berguncang ketika pandemi datang tak kunjung pulang. Banyak yang menerjemahkan bahwa pandemi dalah ujian dan cobaan. Namun banyak pula yang memaknai bahwa pandemi sebagai sapaan mesra dari Tuhan. Untuk mengingatkan bahwa semesta seisinya ini milik-Nya.
Sekarang atau esok, keadaan sehat atau sakit, tua atau muda, toh semua akan merasakan yang namanya mati. Gara-gara pandemi seakan manusia menganggap Covid-19 sebagai Yang Maha Mematikan. Mereka lupa bahwa hanya Allah yang Maha Menghidupkan dan Mematikan.
Bukan untuk meremehkan, tapi sekadar mengingatkan kalau kewajiban kita adalah menjaga kesehatan diri. Dengan tujuan untuk selalu bisa dekat dengan-Nya. Bukan sebaliknya.
Pilunya hijrah Kanjeng Nabi ke Thaif, yang menjadikan semesta marah tidak menerima kalau junjunganya dibantai oleh mereka para penolak kebenaran dari Thaif. Malaikat Jibril pun geram dan gunung menawarkan diri untuk meluluhlantakkan Thaif (Ramadhan Bhuty 1991:102).
Dari peristiwa tersebut memperjelas bahwa perjalanan hijrahnya Kanjeng Nabi disertai semesta. Baik yang tampak oleh mata ataupun tidak.
Jelas disebutkan dalam Alquran bahwa semesta dan seisinya bertasbih mensucikan-Nya. Sebagaimana Covid-19 adalah makhluk bagian dari semesta yang juga bertasbih mensucikan-Nya. Kemudian bagaimana cara berdamai dengan Covid-19 yang bagian dari semesta termasuk kita manusia???
"Yusabbihu lahu ma fissamawati wal ardl" (QS. 59:24)
Gelorakan tasbih kepada sang Pencipta Semesta. Tasbih yang tidak hanya sekedar ucap "subhanallah" dengan duduk diam bersila sambil wirid mengucapkan lafalnya. Tasbihnya semesta sesuai dengan dimensinya.
Pohon, batu, gunung dengan dimensi tasbihnya. Termasuk Covid-19, makhluk bagian dari semesta bertasbih dengan dimensinya.
Petani dengan mencangkul, bercocok tanam untuk memberi nafkah keluarga adalah tasbih. Guru dengan tulus mendidik adalah tasbih.
Manusia sebagai kalifah di bumi untuk menjaga keseimbangan semesta adalah tasbih. Berdamai dengan semesta melalui jalan menasbihkan Sang Pencipta. (Kedai Kopi Laharpang Lereng Kelud, Jumat 4 Muharram 1443 / 13 Agustus 2021, oleh Mashadi)
Seakan dunia berguncang ketika pandemi datang tak kunjung pulang. Banyak yang menerjemahkan bahwa pandemi dalah ujian dan cobaan. Namun banyak pula yang memaknai bahwa pandemi sebagai sapaan mesra dari Tuhan. Untuk mengingatkan bahwa semesta seisinya ini milik-Nya.
Sekarang atau esok, keadaan sehat atau sakit, tua atau muda, toh semua akan merasakan yang namanya mati. Gara-gara pandemi seakan manusia menganggap Covid-19 sebagai Yang Maha Mematikan. Mereka lupa bahwa hanya Allah yang Maha Menghidupkan dan Mematikan.
Bukan untuk meremehkan, tapi sekadar mengingatkan kalau kewajiban kita adalah menjaga kesehatan diri. Dengan tujuan untuk selalu bisa dekat dengan-Nya. Bukan sebaliknya.
Pilunya hijrah Kanjeng Nabi ke Thaif, yang menjadikan semesta marah tidak menerima kalau junjunganya dibantai oleh mereka para penolak kebenaran dari Thaif. Malaikat Jibril pun geram dan gunung menawarkan diri untuk meluluhlantakkan Thaif (Ramadhan Bhuty 1991:102).
Dari peristiwa tersebut memperjelas bahwa perjalanan hijrahnya Kanjeng Nabi disertai semesta. Baik yang tampak oleh mata ataupun tidak.
Jelas disebutkan dalam Alquran bahwa semesta dan seisinya bertasbih mensucikan-Nya. Sebagaimana Covid-19 adalah makhluk bagian dari semesta yang juga bertasbih mensucikan-Nya. Kemudian bagaimana cara berdamai dengan Covid-19 yang bagian dari semesta termasuk kita manusia???
"Yusabbihu lahu ma fissamawati wal ardl" (QS. 59:24)
Gelorakan tasbih kepada sang Pencipta Semesta. Tasbih yang tidak hanya sekedar ucap "subhanallah" dengan duduk diam bersila sambil wirid mengucapkan lafalnya. Tasbihnya semesta sesuai dengan dimensinya.
Pohon, batu, gunung dengan dimensi tasbihnya. Termasuk Covid-19, makhluk bagian dari semesta bertasbih dengan dimensinya.
Petani dengan mencangkul, bercocok tanam untuk memberi nafkah keluarga adalah tasbih. Guru dengan tulus mendidik adalah tasbih.
Manusia sebagai kalifah di bumi untuk menjaga keseimbangan semesta adalah tasbih. Berdamai dengan semesta melalui jalan menasbihkan Sang Pencipta. (Kedai Kopi Laharpang Lereng Kelud, Jumat 4 Muharram 1443 / 13 Agustus 2021, oleh Mashadi)
Posting Komentar
Posting Komentar